Rabu, 13 April 2011

Jangan Mengatas namakan Agama Dalam Aksi Kekerasan


Aksi kekerasan yang mengatas namakan Agama kembali terjadi, setelah aksi penusukan seorang pendeta di bekasi kemudian peristiwa terkini adalah aksi penyerangan jamaah Ahmadiyah yang sedang melakukan shalat dan pengajian yang baru saja terjadi di Cikeusik,Banten 2 hari yang lalu.

Peristiwa terakhir ini tentu saja tidak hanya melukai jamaah Ahmadiyah secara fisik, tetapi kami sebagai umat Islam yang meyakini bahwa Islam adalah Rahmattan Lil`alamiin serta umat yang senantiasa merindukan perdamaian merasa terlukai secara perasaan.

Andai Aqidah yang menjadi alasan untuk membenarkan aksi kekerasan tersebut, maka secara tidak langsung pelaku kekerasan yang menyerang Jamaah Ahmadiyah tersebut sudah merasa paling benar dalam urusan aqidah.

Sedangkan nilai kebeneran yang sedang kita arungi di realita hidup ini masihlah bersifat relativ belum bersifat mutlak.

Dengan demikian hanya Allah- lah yang paling berhak menentukkan nilai kebenaran yang dimiliki. Tugas manusia hanyalah mencari setiap titik kebenaran yang tersebar di muka bumi ini, yang kemudian titik ini akan disusun menjadi sebuah kebeneran universal, kebenaran yang hadir melalaui proses Taqorrub kepada SANG PEMILIK KEBENARAN.

Jika dari perspektif aqidah pun tak mampu memberi sebuah landasan pembenaran untuk sebuah aksi kekerasan, maka dari sudut perspektif apalagi yang bisa membenarkan aksi kekerasan tersebut?

Jamaah Ahmadiyah yang sedang melakukan Shalat dan Mengaji adalah seorang manusia yang masih termasuk warga negara Indonesia, oleh karena itu tak bisa mengunakan nama agama untuk melegalkan aksi kekerasan sedangkan agama sendiri memiliki definisi A = tidak, Gama = kacau, apabila pelaku kekerasan tersebut yang mengaku beragama melakukan kekacauan atau menyakiti manusia lain yang beragama juga.

Sebagai manusia yang menjadi warga Negara Indonesia pun, mereka (baca: Jamaah Ahmadiyah) masih memiliki hak yang sama untuk beribadah.

Menyoal keyakinan dalam menjalankan ibadah, maka kita sebagai manusia yang masih berkutat dalam lingkaran kebeneran relative tak pantas menjustifikasi soal kebenaran keyakinan yang mereka anut, bahkan keyakinan ibadah yang kita miliki saat ini pun belum bisa dinilai telah benar secara utuh. Maka biarkanlah Jamaah Ahmadiyah dan diri kita pribadi mempertanggungjawabkan keyakinan yang dianut oleh akal di hadapan Allah kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar