Kamis, 07 April 2011

Cerdas Menimbang Kredit Tanpa Agunan

Ilustrasi. Foto: Corbis

Anda merasa jengkel karena sering menerima sms tawaran kredit tanpa agunan (KTA) dari bank? Tenang, Anda tidak sendiri.

Saya pun mengalaminya dan hampir setiap hari. Beberapa orang bahkan menumpahkan keluhannya soal ini di surat pembaca karena dikirimi beberapa sms dari sejumlah bank setiap hari.

Bank Indonesia (BI) pun tidak tinggal diam. BI mengancam akan mengenakan sanksi kepada bank-bank yang masih menawarkan KTA via sms ini. Namun, hingga hari ini, bank-bank itu tetap saja masih tidak takut dengan ancaman bank sentral kita.

Mereka pun terkesan masa bodoh dengan semua protes para pemilik telepon seluler yang merasa terganggu privasinya. Sebagai orang yang ingin cerdas finansial, apakah Anda tahu untung ruginya KTA ini?

Sepintas lalu pertanyaan ini dapat dijawab dengan mudah bahwa selama memungkinkan, kita sebaiknya meminjam tanpa agunan. Kita ketahui bersama kredit dengan agunan mempunyai kendala pada agunan yang dimiliki seseorang dan nilai pasarnya.

Jika Anda hanya mempunyai agunan senilai Rp500 juta, jangan berharap dapat memperoleh pinjaman lebih besar dari angka itu. Sementara mereka yang tidak mempunyai harta tetap dapat dipastikan tidak akan memperoleh kredit dengan agunan ini. Permasalahan agunan nyatanya adalah masalah yang cukup besar di Indonesia.

Kita ketahui bersama,dari tujuh kendala perekonomian Indonesia menurut Survei Forum Ekonomi Dunia tahun lalu mengenai global competitiveness, lemahnya akses terhadap sumber pembiayaan adalah permasalahan terbesar kelima.

Kendala ini di atas persoalan regulasi tenaga kerja yang restriktif dan inflasi, dan hanya kalah dari permasalahan birokrasi pemerintah, ketersediaan infrastruktur, instabilitas kebijakan ekonomi, dan korupsi.

Jika kredit dengan agunan tidak tersedia untuk sebagian besar anggota masyarakat kita, tidak demikian dengan kredit tanpa agunan (KTA) yang sepertinya tersedia untuk semua orang, baik yang mempunyai harta tetap maupun yang tidak.

KTA juga tidak mengandung risiko di mata peminjam karena tidak adanya harta tetap debitur yang dapat dilelang bank. Pandangan KTA menguntungkan dan meringankan ini tidak sepenuhnya benar. Untuk tidak salah menilai produk ini, cobalah melihatnya dari sisi bank. Jika di mata debitur KTA relatif tidak berisiko, di mata kreditur KTA sangat berisiko.

Kecuali program bantuan pemerintah untuk kaum ekonomi lemah dan usaha mikro, mestinya tidak ada bank yang bersedia menyalurkan kredit tanpa pengaman dan ikatan yang diperlukan. Praktik penyaluran KTA sesungguhnya tidak sejalan dengan prinsip dasar pengelolaan bank yang harus konservatif dan prudent.

Bukan apa-apa, usaha pinjam meminjam ini dari dulu hingga sekarang dan di mana pun selalu saja berisiko tinggi. Ilustrasinya adalah, tanpa adanya agunan, untuk memperoleh spread atau net interest margin yaitu selisih suku bunga kredit dan suku bunga simpanan sebesar enam persen, bank harus bersedia menghadapi kemungkinan 100 persen dananya tidak kembali.

Hampir tidak ada bisnis lain yang risiko kerugiannya setinggi ini. Kebobolan uang hingga 100 persen ini tidak terjadi jika bank memegang agunan. Inilah sebab utama bank mensyaratkan agunan atau jaminan untuk kredit yang disalurkannya. Kenyataannya, dengan prinsip sangat hati-hati saja, kredit macet perbankan kita hampir mencapai batas maksimal yang ditetapkan bank sentral yaitu lima persen. Apalagi jika ketentuan tentang agunan ini dilonggarkan.

Tanpa adanya agunan bernilai material yang dapat direalisasikan untuk mengurangi kerugian kredit yang disalurkan, bank hanya akan menjadi lembaga nirlaba karena sangat mungkin tidak mampu memperoleh laba.

Jika kredit macet lima persen, hitungannya adalah 95 persen debitur bank memberikan keuntungan kotor sebesar spread yaitu enam persen, sementara lima persen dari penerima kredit merugikan bank sampai 100 persen.

Dengan demikian, keuntungan bank dari usaha pinjam-meminjam ini akan menjadi kecil yaitu 95 persen (enam persen)-lima persen (100 persen) atau 0,7 persen. Jika spread lebih rendah, bank harus siap rugi.

Inilah alasan utama spread perbankan kita masih sangat tinggi yaitu 5,7 persen tahun ini, turun dari 6,2 persen tahun lalu. Pada triwulan ketiga tahun lalu, spread ini bahkan terbesar di dunia menurut Indonesia Economic Quarterly Outlook yang diterbitkan World Bank.

Menyadari besarnya risiko KTA ini, sangat beralasan jika bank mematok bunga tinggi untuk kredit ini, sesuai prinsip high risk, high return. Salah satu contoh KTA yang ada di sekitar kita tanpa persyaratan apa-apa adalah utang kartu kredit. Apakah Anda memperhatikan kalau bunganya mencapai 3,5-4 persen per bulan dan kredit macetnya belasan persen?

Dibandingkan dengan bunga kredit lainnya seperti kredit modal kerja, kredit investasi, KPR, KPA, dan kredit kendaraan bermotor (KKB) dari bank yang sama, suku bunga sebesar ini tiga hingga empat kali lipatnya. Selain utang kartu kredit di atas, sejatinya KTA tidak tersedia untuk semua orang. KTA biasanya ditawarkan bank kepada para karyawan dari perusahaan yang menjadi mitranya.

Maksudnya adalah, jika payroll atau penggajian karyawan di tempat Anda bekerja menggunakan jasa sebuah bank, maka perusahaan Anda itu adalah salah satu mitra kerja bank itu. Karena itu, Anda memenuhi syarat untuk memperoleh KTA dari bank itu, jika berminat. Setiap bulannya, bank akan langsung memotong angsuran KTA ini dari gaji Anda, dengan persetujuan dan sepengetahuan Anda dan perusahaan Anda.

Bagaimana dengan suku bunganya? Logikanya, suku bunga dari bank mitra kerja perusahaan Anda tidaklah seberat seperti utang kartu kredit namun tetap lebih tinggi daripada pinjaman dengan agunan. Namun, hati-hati dengan KTA yang ditawarkan bebas melalui sms ke telepon seluler Anda.

Bunganya dari 1,3-1,9 persen flat per bulan atau setara dengan 27,7-39,7 persen efektif per tahun. Suku bunga sebesar ini mendekati bunga utang kartu kredit, dan dua hingga tiga kali suku bunga pinjaman dengan agunan dari bank yang sama.

Intinya, seperti utang kartu kredit yang mengandalkan itikad baik para pemegangnya, KTA juga didasarkan pada kepercayaan bank terhadap Anda dan institusi tempat Anda bekerja. Namun, bank memandang risiko kredit ini macet sangat besar, terutama jika Anda dan bukan perusahaan Anda yang berhubungan langsung dengan bank.

Sebagai kompensasinya dan agar tidak rugi, bank pun harus mengenakan suku bunga yang tidak tanggung- tanggung tingginya. Tip dari saya, suku bunga KTA itu sungguh mencekik leher. Jika Anda punya akses ke pinjaman dengan agunan, mengambil KTA adalah jauh dari sikap cerdas finansial.

BUDI FRENSIDY
Penasihat Investasi dan Penulis Buku Matematika Keuangan

(Koran SI/Koran SI/ade)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar